Puji syukur kehadirat Allah SWT serta
shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW.
Berkat limpahan nikmat, hidayah, inayah serta rahmatNya penyusun mampu
menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas Perkuliahan mata kuliah
Ekonomi Mikro Islam.
Penyusunan makalah berjudul “Teori
Produksi dalam Islam” bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang produksi
yang berpegang pada Al-Qur’an.
Banyak hambatan dalam penyusunan
makalah ini dan saya juga mengucap terimakasih kepada pengampu Qi Mangku B,
Lc., M.S.I. Karena dengan tugas tersebut penulis dapat mengetahui tentang teori
produksi dalam islam.
Demikianlah makalah ini kami
selesaikan, semoga membawa banyak manfaat bagi kita semua, kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan, demi kesempurnaan makalah ini.
Salatiga, April 2015
Penyusun,
Kelompok 3
2. Apa pengertian tentang Produksi
yang islami ?
3. Apa saja Faktor faktor produksi
?
4. Bagamana tujuan produksi yang
islami ?
5. Apa saja Prinsip-prinsip
produksi dalam islam ?
6. Bagaimana penetapan upah dalam
produksi islam ?
7. Bagaimana Fungsi produksi ?
8. Bagaimana fungsi biaya ?
9. Bagaimana penerapan dalam soal
yang matematis ?
1.
Menjelaskan pengertian, produksi yang islami ?
2.
Menjelaskan tujuan produksi yang islami
sesuai Al-Qur’an dan Hadits.
3.
Menjelaskan fungsi biaya, fungsi
produksi yang matematis.
Al Qur’an menggunakan konsep
produksi barang dalam artian luas. Al Qur’an menekankan manfaat dari
barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan
dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk
memenuhi kebutuhan manusia, bukan untuk
memproduksi barang mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan manusia, karenanya tenagakerja yang dikeluarkan untuk memproduksi
barang tersebut dianggap tidak produktif.
Namun
demikian, Al Qur’an memberi kebebasan yang luas bagi manusia untuk berusaha
memperoleh kekayaan yang lebih banyak lagi
dalam menuntut kehidupan ekonomi. Dengan memberikan landasan
rohani bagi manusia sehingga sifat manusia yang semula tamak
dan mementingkan diri sendiri menjadi terkendali.
Dalam
surat al Ma’aarij dijelaskan ada beberapa
sifat alami manusia yang menjadi azas semua kegiatan ekonomi
yaitu :
“sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir.”
Sifat
tamak manusia menjadikan manusia berkeluh
kesah, tidak sabar dan gelisah dalam
perjuangan mendapatkan kekayaan. Dengan begitu
akan memacu manusia untuk melakukan kegiatan
yang produktif. Manusia akan giat untuk
memuaskan kebutuhannya yang terus bertambah, sehingga
akibatnya manusia cenderung melakukan kerusakan
(mafsadat) di muka bumi. Dari sifat dasar manusia
yang tamak itu pula menyebabkan manusia
memiliki dorongan yang kuat dan bimbingan serta arahan
yang benar dan pasti akan menjadikan manusia memiliki sifat mulia. Kemajuan
manusia akan terus berlanjut sepanjang mereka terus berjuang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Daya ciptanya yang tinggi
akan terus menghasilkan produk-produk baru dan metode serta teknik
produksi yang makin sempurna, sehingga mampu menjaga taraf hidup manusia
seiring dengan perubahan zaman. Sifat-sifat dasar manusia dijelaskan dalam
surat lain yaitu Ali Imran ayat 14 yang artinya :
“Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan,
yaitu : wanita-wanita, anak anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan,binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah lah tempat kembali
yang baik (syurga).”
Keiinginan
yang tidak terbatas untuk selalu dipenuhi dan memuaskan kehendak pada manusia
semakin lama akan semakin tinggi. Karena itu jika tidak terdapat arahan
yang baik, hal itu akan mendorong
manusia melakukan kerusakan di muka bumi, seperti
yang terjadi saat ini. Al-Qur’an memberikan pandangan
hidup yang seimbang. Di satu sisi Islam
membantu pertumbuhan yang sehat dan mulia
bagi masyarakat. Di sisi lain Islam memberi
rangsangan terhadap adanya aktivitas produktif. Karena itu
Islam membuka kesempatan bagi riset dan penelitian yang sekiranya dapat
meningkatkan kesejahteraan manusia.
Ada
beberapa sabda Rasulullah yang menegaskan
pentingnya ikhtiar untuk memperoleh kebutuhan materi dalam
kehidupan, yaitu :
- “Memperoleh penghidupan yang halal merupakan kewajiban yang paling penting setelah kewajiban menunaikan shalat.”
- “Apabila telah selesai kau tunaikan shalat Subuh, janganlah kamu tidur hingga kamu sendiri telah berusaha untuk mendapatkan nafkah.”
- “Terdapat dosa-dosa tertentu yang hanya dapat dihapuskan dengan berusaha secara tetap dalam masalah ekonomi.”
Dari
beberapa hadits tersebut menunjukkan bahwa manusia dianjurkan untuk
selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang salah satunya dengan cara berproduksi.
Produksi
adalah menciptakan manfaat dan bukan
menciptakan materi. Maksudnya adalah bahwa manusia mengolah
materi itu untuk mencukupi berbagai kebutuhannya, sehingga
materi itu mempunyai kemanfaatan. Apa yang bisa dilakukan manusia
dalam “memproduksi” tidak sampai pada
merubah substansi benda. Yang dapat dilakukan manusia
berkisar pada misalnya mengambilnya dari tempat yang asli dan
mengeluarkan atau mengeksploitasi (ekstraktif).
Memindahkannya dari tempat yang tidak membutuhkan ke tempat yang
membutuhkannya, atau menjaganya dengan cara menyimpan agar bisa dimanfaatkan di
masa yang akan datang atau mengolahnya dengan memasukkan
bahan-bahan tertentu, menutupi kebutuhan
tertentu, atau mengubahnya dari satu bentuk
menjadi bentuk yang lainnya dengan melakukan
sterilisasi, pemintalan, pengukiran, atau
penggilingan, dan sebagainya. Atau mencampurnya
dengan cara tertentu agar menjadi sesuatu
yang baru. Hal itu semua hanya mengubah kondisi materi,
sehingga pada kondisi yang barupun substansinya
tetap tidak berubah.
Prinsip
fundamental yang harus selalu diperhatikan dalam proses produksi adalah prinsip
kesejahteraan ekonomi. Bahkan dalam sistem kapitalis
terdapat seruan untuk memproduksi barang
dan jasa yang didasarkan atas azas
kesejahteraan ekonomi. Keunikan konsep Islam
mengenai kesejahteraan ekonomi terletak pada
kenyataan bahwa hal itu tidak dapat mengabaikan pertimbangan
kesejahteraan umum lebih luas yang menyangkut
persoalan-persoalan moral, pendidikan, agama dan
banyak hal lainnya. Dalam ilmu ekonomi modern,
kesejahteraan ekonomi diukur dari segi uang.
Seperti ungkapan Profesor Pigou bahwa :
“Kesejahteraan ekonomi kira-kira dapat didefinisikan sebagai
bagian kesejahteraan yang dapat dikaitkan dengan alat pengukur uang.”
Dalam
sistem produksi Islam konsep kesejahteraan ekonomi digunakan dengan cara yang
lebih luas. Menurut Afzalur Rahman dalam bukunya Doktrin Ekonomi Islam,
konsep kesejahteraan ekonomi Islam terdiri
dari bertambahnya pendapatan yang diakibatkan
oleh meningkatnya produksi dari hanya
barang-barang yang berfaedah melalui pemanfaatan
sumber-sumber daya secara maksimum –baik manusia maupun
benda- demikian juga melalui ikut sertanya
jumlah maksimum orang dalam proses produksi. Dengan
demikian, perbaikan sistem produksi dalam Islam tidak hanya berarti
meningkatnya pendapatan, yang dapat diukur
dari segi uang, tetapi juga perbaikan dalam
memaksimalkan terpenuhinya kebutuhan kita dengan usaha minimal tetapi tetap
memerhatikan tuntunan perintah-perintah Islam
tentang konsumsi. Oleh karena itu, dalam
sebuah negara Islam kenaikan volume
produksi saja tidak akan menjamin kesejahteraan
rakyat secara maksimum. Mutu barang-barang
yang diproduksi yang tunduk pada perintah
Al Qur’an dan sunnah, juga harus
diperhitungkan dalam menentukan sifat kesejahteraan ekonomi. Demikian
pula kita harus memperhitungkan akibat-akibat tidak menguntungkan
yang akan terjadi dalam hubungannya dengan perkembangan
ekonomi bahan-bahan makanan dan minuman terlarang. Suatu negara
Islam tidak hanya akan menaruh perhatian untuk menaikkan
volume produksi tetapi juga untuk menjamin ikut sertanya jumlah maksimum
orang dalam proses produksi. Di negara-negara kapitalis modern
kita temukan perbedaan yang mencolok karena cara
produksi dikendalikan oleh segelintir kapitalis.
Oleh
karena itu, sistem produksi dalam suatu negara Islam harus
dikendalikan oleh kriteria objektif dan subjektif; kriteria yang objektif
akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang dapat
diukur dari segi uang, dan kriteria
subjektif dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi
etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah kitab suci Al Qur’an dan
Sunnah.
Pentingnya
peranan produksi dalam memakmurkan kehidupan
suatu bangsa dan taraf hidup manusia, disebutkan dalam beberapa ayat dan
hadits, seperti :
Surat al Qashash ayat 73 :
“Supaya
kamu mencari sebagian dari karuniaNya.”.
Surat ar
Rum ayat 23 :
“Dan
usahamu mencari bagian dari karuniaNya.”
Apabila
dikaji secara terperinci dalam AlQur’an, maka kita akan mendapatkan
bahwa penekanan atas usaha manusia untuk
memperoleh sumber penghidupan merupakan salah satu prinsip ekonomi
yang mendasar di dalam Islam.
Dalam
berbagai ayat AlQur’an telah merujuk secara singkat berbagai cara yang
dibolehkan bagi manusia untuk memanfaatkan sumber alam
yang tak ternatas dalam rangka memenuhi kebutuhan
manusia yang tak terbatas. Al Qur’an
bukan hanya membenarkan dan mengakui kenyataan bahwa umat Islam harus
terus berjuang secara sungguh-sungguh dan terus mengingatkan
keadaan sosial dan ekonomi, tetapi telah juga
mendorong untuk meningkatkan cara dan teknik produksi agar orang/bangsa
itu tidak ketinggalan dengan orang/bangsa lain.
Tujuan
utama Allah menciptakan bumi ialah untuk diberikan kepada manusia agar
dapat mempergunakan sumber-sumber yang ada di bumi untuk memperoleh rizki.
Tersedianya rizki berkaitan erat dengan
usaha manusia. Usaha yang keras akan
menghasilkan sesuatu yang optimal, ganjaran
dan kemurahan dan keberhasilan yang tidak ada batasnya.
Bagi
Islam, memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk
dikonsumsi sendiri atau dijual ke pasar. Dua motivasi itu belum cukup
karena masih terbatas pada fungsi ekonomi. Islammenekankan
bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial
(Q.S. Al Hadid (57): 7).
Agar
mampu mengemban fungsi sosial seoptimal mungkin,
kegiatan produksi harus melampaui surplus untuk
mencukupi kebutuhan konsumtif dan meraih keuntungan
finansial, sehingga bisaberkontribusi kehidupan sosial. Melalui
konsep ini, kegiatan produksi harus
bergerak di atas dua garis optimalisasi.
Optimalisasi pertama adalah mengupayakan berfungsinya sumber
dayainsani ke arah pencapaian kondisi full
employment (tanpa pengangguran), dimana setiap
orang menghasilkan karya kecuali mereka yang udzur syar’i (sakit atau lumpuh).
Optimalisasi kedua memproduksi berdasarkan skala prioritas yaitu kebutuhan
primer (dharuriyyat), lalu kebutuhan sekunder (hajiyyat) dan
kebutuhan tersier (tahsiniyyat) secara proporsional.
Ada
beberapa jenis faktor produksi yaitu :
1. Tanah
Tanah mengandung pengertian yang
luas, yaitu termasuk semua sumber yang kita
peroleh dari udara, laut, gunung, dan
sebagainya, sampai keadaan geografi, angin, dan iklim yang
terkandung dalam tanah. Termasuk dalam faktor produksi tanah adalah :
a)
Bumi (tanah) merupakan permukaan tanah yang
di atasnya kita dapat berjalan, mendirikan bangunan, rumah,
perusahaan.
b)
Mineral, seperti logam, bebatuan dan sebagainya yang terkandung di dalam tanah
yang juga dapat dimanfaatkan oleh manusia.
c)
Gunung, merupakan suatu sumber lain yang
menjadi sumber tenaga asli yang membantu
dalam mengeluarkan harta kekayaan. Gunung-gunung berfungsi
sebagai penadah hujan dan menajdi aliran
sungai-sungai dan melaluinya semua kehidupan mendapatkan rizki
masing-masing.
d)
Hutan, merupakan sumber kekayaan alam yang penting. Hutan memberikan
bahan api, bahan-bahan mentah untuk industri
kertas, damar, perkapalan, perabotan rumah tangga, dan sebagainya.
e)
Hewan, mempunyai kegunaan memberikan daging, susu, dan lemak untuk tujuan
ekonomi, industri dan perhiasan. Sebagian lagi digunakan untuk kerja dan
pengangkutan.
Baik
Al Qur’an maupun sunnah banyak memberikan
tekanan pada pembudidayaan tanah secara baik. Dengan
demikian, Al Qur’an menaruh perhatian akan perlunya mengubah
tanah kosong menjadi kebun-kebun dengan mengadakan pengaturan
pengairan, dan menanaminya dengan tanaman yang baik.
Seperti KalamNya dalam surat As Sajadah ayat 27 : “Dan apakah mereka
tidak memerhatikan bahwasanya Kami menghalau hujan ke bumi
yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan tanam-tanaman yang
daripadanya dapat makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri…”
Tanah
dapat dipandang dari dua sisi yaitu :
- Tanah sebagai Sumber Daya Alam
Seorang Muslim dapat memperoleh hak milik
atas sumber-sumber daya alam setelah memenuhi
kewajibannya terhadap masyarakat. Penggunaan dan pemeliharaan
sumber-sumber daya alam itu dapat menimbulkan dua komponen
penghasilan, yaitu : (a) penghasilan dari sumber-sumber
daya alam sendiri (yaitu sewa ekonomis murni) dan (b)
penghasilan dari perbaikan dalam penggunaan
sumber-sumber daya alam melalui kerja manusia dan
modal. Jadi manusia berhak untuk memanfaatkan dan
memiliki tanah untuk dipergunakan dalam mencari nafkah dan
menggunakannya sebagai salah satu faktor produksi.
- Tanah sebagai Sumber Daya yang Dapat Habis (Exhaustable).
Menurut pandangan Islam sumber daya
yang dapat habis adalah milik generasi
kini maupun generasi-generasi masa yang akan
datang. Generasi kini tidak berhak untuk menyalahgunakan sumber-sumber
daya yang dapat habis sehingga menimbulkan
bahaya bagi generasi yang akan datang. Dari
analisis tersebut, hipotesis atau kebijaksanaan pedoman dapat
disusun sebagai berikut :
1)
Pembangunan pertanian pada negara-negara Islam
dapat ditingkatkan melalui metode penanaman yang
intensif dan ekstensif jika dilengkapi dengan
suatu program pendidikan moral, berdasarkan ajaran Islam.
2)
Penghasilan yang diperoleh dari penggunaan sumber daya yang dapat
habis (exhaustable resources) lebih digunakan
untuk pembangunan lembaga-lembaga sosial (seperti universitas, rumah sakit) dan
untuk infrastruktur fisik daripada konsumsi sekarang
ini
3)
Sewa ekonomis murni boleh lebih digunakan untuk
memenuhi tingkat pengeluaran
konsumsi sekarang ini.
2. Tenaga Kerja
Tenaga
kerja atau buruh merupakan faktor produksi yang diakui di setiap sistem
ekonomi terlepas dari kecenderungan ideologi
mereka. Kekhususan perburuhan seperti kemusnahan, keadaan yang
tidak terpisahkan dari buruh itu sendiri, ketidakpekaan
jangka pendek terhadap permintaan buruh, dan yang
mempunyai sikap dalam penentuan upah, merupakan
hal yang sama pada semua sistem.
Tenaga
kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan
atau pikiran untuk mendapatkan imbalan yang
pantas. Termasuk semua jenis kerja yang dilakukan fisik maupun pikiran.
Manusia
diciptakan untuk bekerja dan mencari
penghidupan masing-masing. Seperti disebutkan dalam surat al Balad ayat 4
: “Sesungguhnya Kami menciptakan manusia padahal dia dalam kesusahan.” Kabad
berarti kesusahan, kesukaran, perjuangan dan kesulitan
akibat bekerja keras. Ini merupakan suatu cobaan bagi manusia yaitu dia
ditakdirkan berada pada kedudukan yang tinggi
(mulia) tetapi kemajuan tersebut dapat dicapai melalui
ketekunan dan bekerja keras. Di samping itu pengertian “kabad” juga
menunjukkan bahwa manusia hendaknya berupaya
untuk melakukan dan menanggung segala kesukaran
dan kesusahan dalam perjuangan untuk mencapai tujuan.
Rasulullah
saw, senantiasa menyuruh umatnya bekerja
dan tidak menyukai manusia yang bergantung kepada kelebihan saja.
Dalam
Islam, buruh bukan hanya suatu jumlah
usaha atau jasa abstrak yang ditawarkan
untuk dijual pada para pencari tenaga
kerja. Mereka yang mempekerjakan buruh mempunyai
tanggung jawab moral dan sosial. Dalam kenyataannya,
seorang pekerja modern memiliki tenaga
kerja yang berhak dijualnya dengan harga setinggi mungkin (upah
tinggi). Tetapi dalam Islam ia tidak mutlak bebas untuk
berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan
tenaga kerjanya itu. Baik pekerja maupun majikan tidak boleh saling memeras.
Semua tanggung jawab buruh tidak berakhir
pada waktu seorang pekerja meninggalkan pabrik majikannya. Ia
mempunyai tanggung jawab moral untuk melindungi kepentingan
yang sah, baik kepentingan para majikan
maupun para pekerja yang kurang beruntung.
Dengan
demikian, dalam Islam buruh digunakan dalam
arti yang lebih luas namun lebih terbatas.
Lebih luas, karena hanya memandang pada
penggunaan jasa buruh di luar batas-batas pertimbangan keuangan.
Terbatas dalam arti bahwa seorang pekerja tidak secara mutlak bebas untuk
berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan tenaga kerjanya itu. Tenaga
kerja secara umum dibagi menjadi beberapa tingkat yaitu :
- Tenaga kerja kasar/buruh kasar, misalnya pekerja bangunan, pandai besi, dan sebagainya. Allah memuliakan hambanya meskipun yang bekerja sebagai pekerja kasar. Banyak ayat dan riwayat yang membahas tentang kegiatan para nabi terkait dengan peghargaan terhadap para pekerja kasar –pekerja/tukang Nabi Sulaiman, Nabi Hud dengan pembuatan kapal, dan sebagainya.
- Tenaga kerja terdidik. Dalam al Qur’an disebutkan tentang tenaga ahli. Cerita tentang Nabi Yusuf yang diakui pengetahuan dan kejujurannya oleh raja yang mempercayakan tugas mengurus dan menjaga gudang padi dan sebagainya. Hal itu menunjukkan bahwa faktor keahlian dan pendidikan menjadi sangat penting dalam bekerja.
Kriteria
Pemilihan Tenaga Kerja
Pemilihan
tenaga kerja tergantung ketersediaan/penawaran tenaga kerja. Sedangkan
penawaran tenaga kerja tergantung pada beberapa faktor :
a)
Kecakapan tenaga kerja, merupakan keahlian dan ketrampilan yang dimiliki
oleh tenaga kerja. Islam menjunjung tinggi
hasil kerja yang cakap dan memerintahkan
umat Islam untuk mengajarkan semua jenis
kerja dengan tekun dan sempurna. Kecakapan tenaga
kerja tergantung pada tiga faktor yaitu : kesehatan
fisik, mental dan moral serta pendidikan dan pelatihan bagi para pekerja.
b)
Mobilisasi tenaga kerja, merupakan pergerakan
tenaga kerja dari suatu kawasan geografi ke
kawasan yang lain. Mobilisasi terkait erat
dengan kondisi ekonomi pekerja. Mobilisasi dipengaruhi
oleh faktor tingkat upah, dimana biasanya
pekerja akan berupaya untuk mencari tempat
kerja yang memberikan tingkat upah lebih
tinggi. Al Qur’an membolehkan adanya mobilisasi tenaga
kerja demi untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
c)
Penduduk, jumlah penduduk merupakan faktor yang sangat memengaruhi
terhadap penawaran tenaga kerja. Idealnya
pertumbuhan penduduk seiring/seimbang dengan pertumbuhan
lapangan kerja (pertumbuhan ekonomi).
Kebebasan
Bekerja
Islam
memberikan kebebasan dalam hal mencari
lapangan pekerjaan baik macam maupun wilayah kerja demi
mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun
Islam tetap menggariskan bahwa ada pekerjaan
yang halal dan haram.
Kemuliaan
Bekerja
Setiap
pekerjaan yang halal terbuka untuk semua
orang tanpa
memandang
warna kulit, keturunan atau kepercayaan.
Islam mengajarkan umatnya agar menghormati saudara seagama tanpa
memandang pekerjaan dan ia memberikan kemuliaan dan
status kepada golongan buruh. AlQur’an membuat
banyak contoh tentang kehidupan para Rasul
yang bekerja dengan tenaga sendiri untuk kehidupannya.
3. Modal
Modal
merupakan asset yang digunakan untuk
distribusi asset yang berikutnya. Modal dapat memberikan
kepuasan pribadi dan membantu untuk menghasilkan kekayaan yang lebih banyak.
Pentingnya modal dalam kehidupan manusia
ditunjukkan dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 14
yang artinya :
“Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah
kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik
(syurga).”
Kata
mataa’u berarti modal berupa emas dan perak, kuda yang bagus dan
ternak (termasuk bentuk modal yang lain).
Kata zainu menunjukkan kepentingan
modal bagi
kehidupan manusia.
Sedangkan
Rasulullah menekankan kepentingan modal dalam sabdanya :
“Tidak
boleh iri kecuali kepada dua perkara
yaitu : orang yang hartanya digunakan untuk
jalan kebenaran dan orang yang ilmu
pengetahuannya diamalkan kepada orang lain.”
Dari
hadits tersebut diketahui bahwa mencari
ilmu sama pentingnya dengan mencari harta.
Pengumpulan
modal
Ada
beberapa faktor yang menentukan terhadap pengumpulan modal yaitu :
a)
Peningkatan pendapatan, dapat dilakukan melalui cara yang bersifat wajib :
pembayaran zakat dan larangan mengenakan bunga. Sedangkan cara pilihan yaitu
dengan penggunaan harta anak yatim, penanaman modal secara tunai dan melalui
warisan.Menghindari sikap berlebih-lebihan, dalam
hal ini
b)
adalah mengurangi kebiasaan melakukan pembelanjaan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan, menghindari gaya hidup
mewah dan mubazir.
c)
Pembekuan modal, cara ini dapat menyebabkan berkurangnya modal yang
dapat digunakan. Islam membenci kegiatan
pembekuan modal atau menyimpan harta bukan untuk digunakan dalam
kegiatan produktif. Hal ini seperti disampaikan dalam surat Al Ma’arij ayat 18
yang artinya : “Dan menghimpun (harta) lalu menyimpannya (tidak membayarkan
zakatnya).”
d)
Keselamatan dan keamanan, dalam proses
penghimpunan modal, perlu adanya rasa aman dan ketentraman dalam
negara dimana lokasi penanaman modal itu dilakukan.
Bila ada jaminan keselamatan dan keamanan
dalam suatu negara, maka rakyat akan lebih
giat dalam melakukan pemupukan modal.
Dalam
perspektif ekonomi konvensional, modal dapat tumbuh
dari sebagian pendapatan yang ditabungkan oleh
masyarakat. Besarnya tabungan dipengaruhi oleh
tingkat bunga. Menurut ekonom konvensional,
semakin tinggi tingkat bunga semakin besar
imbalan tabungan, semakin tinggi pula kecenderungan
untuk menabung dan sebaliknya. Menurut Keynes,
tingkat bunga yang tinggi akan menekan
kegiatan ekonomi dan menyebabkan volume
penanaman modal yang lebih kecil. Sebagai akibatnya, pendapatan
uang yang terkumpul akan mengecil, dan dengan adanya kecenderungan yang sama
untuk menabung, volume tabungan akan berkurang. Kenyataannya
adalah bahwa jika individu-individu rasional,
mereka mungkin lebih banyak menabungkan penghasilan
mereka, bila tingkat bunganya tinggi. Suatu
tingkat bunga yang tinggi berarti lebih
tingginya imbalan bagi tabungan. Oleh karena
itu, berdasarkan alasan-alasan murni, orang
akan lebih banyak menabung.
Yang
terpenting dalam hal ini ialah bahwa modal
dapat juga tumbuh dalam perekonomian masyarakat yang bebas
bunga. Islam membolehkan adanya laba yang berlaku sebagai insentif untuk
menabung. Islam membolehkan dua cara pembentukan modal yang berlawanan yaitu
konsumsi sekarang yang berkurang (mengurangi
tingkat konsumsi untuk menabung) dan konsumsi
mendatang yang bertambah. Dengan demikian
memungkinkan modal memainkan peranan yang sesungguhnya dalam proses
produksi.
Organisasi atau manajemen merupakan
proses merencanakan dan mengarahkan kegiatan
usaha perusahaan untuk mencapai tujuan.
Organisasi memegang peranan penting dalam kegiatan produksi. Pentingnya
perencanaan dan organisasi dapat dilihat pada hakikat bahwa Allah sendiri adalah
perencana yang terbaik. Seperti disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 173 yang
artinya :
“Cukuplah
Allah menjadi penolong kami dan Dialah sebaik-baik pelindung.”
Peranan
organisasi dalam Islam sangat penting,
apalagi jika dikaitkan dengan kegiatan produksi.
Ada beberapa ciri mendasar yang harus
dimiliki oleh organisasi Islam terkait dengan
fungsinya sebagai salah satu faktor produksi,
yaitu :
a)
Dalam ekonomi Islam yang pada hakekatnya
lebih berdasarkan ekuiti (equity-based) daripada
berdasarkan pinjaman (loan-based), para manajer
cenderung mengelola perusahaan yang bersangkutan
dengan pandangan untuk membagi dividen di
kalangan pemegang saham atau berbagi keuntungan di
antara mitra suatu usaha ekonomi. Sifat motivasi organisasi demikian
sangatlah berbeda dalam arti bahwa mereka
cenderung untuk mendorong kekuatan-kekuatan koperatif
melalui berbagai bentuk investasi berdasarkan
persekutuan dalam bermacam-macam bentk seperti
musyarakah, mudharabah, dan lain-lain.
b)
Sebagai akibatnya, pengertian tentang keuntungan
biasa mempunyai arti yang lebih luas dalam
kerangka ekonomi Islam karena bunga pada modal
tidak dapat dikenakan lagi. Modal manusia
yang diberikan oleh manajer harus diintegrasikan
dengan modal yang berbentuk uang. Perilaku
mengutamakan kepentingan orang lain dalam
Islam, mungkin berbeda dalam kenyataan dan
siasat pengelolaannya, kecuali bila secara
kebetulan perilaku sebenarnya dari organisasi tersebut
serupa dengan tindakan yang diperlukan dalam memaksimalkan
keuntungan. Hal ini tidak berarti bahwa manajemen tidak
berusaha untuk mencari laba. Arti yang
sesungguhnya bahwa organisasi Islam sebagai faktor
produksi berbeda dengan organisasi dalam ekonomi
konvensional/secular, baik pada tingkatan konseptual
maupun pada tingkatan operasional dalam usaha menyelaraskan banyaknya tujuan
yang tunduk pada kendala-kendala keuntungan.
c)
Karena sifat terpadu organisasi inilah tuntutan
akan integritas moral, ketepatan dan kejujuran
dalam proses perakunan (accounting) jauh lebih
diperlukan daripada dalam organisasi secular.
d)
Faktor manusia dalam produksi dan strategi usaha mempunyai signifikansi
lebih diakui dibandingkan dengan strategi
manajemen lainnya yang didasarkan pada memaksimalkan keuntungan
atau penjualan.
Tujuan dari kegiatan produksi
mencapai dua hal pokok pada tingkat pribadi muslim dan umat
Islam adalah :
a)
Memenuhi kebutuhan setiap individu. Di
dalam ekonomi Islam kegiatan produksi menjadi
sesuatu yang unik dan istimewa sebab
di dalamnya terdapat faktor itqan
(profesionalitas) yang dicintai Allah dan
ihsan yang diwajibkan Allah atas segala
sesuatu. Pada tingkat pribadi muslim, tujuannya adalah
merealisasi pemenuhan kebutuhan baginya.
b)
Merealisasikan kemandirian umat, hendaknya
umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan
prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan material
dan spiritual.
Dalam
upaya merealisasikan pemenuhan kebutuhan umat ada
beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
a)
Melakukan perencanaan. Perencanaan yang dilakukan seperti disyari’atkan
oleh Nabi Yusuf adalah selama 15
tahun. Perencanaannya mencakup produksi, penyimpanan, pengeluaran
dan distribusi.
b)
Mempersiapkan sumberdaya manusia dan pembagian tugas yang baik.
c)
Memperlakukan sumber daya alam dengan baik.
d)
Keragaman produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan umat.
e)
Mengoptimalkan fungsi kekayaan berupa mata uang.
Al Qur’an dan hadits memberikan arahan tentang
prinsip-prinsip produksi sebagai berikut:
1)
Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu
dan amalnya.
2)
Islam selalu mendorong kemajuan di bidang
produksi melalui penelitian, eksperimen dan perhitungan dalam
proses pengambangan produksi.
3)
Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia.
4)
Dalam berinovasi dan bereksperimen prinsipnya
Islam menyukai kemudahan, menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat.
Adapun
kaidah-kaidah dalam berproduksi adalah:
1.
Memproduksi
barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2.
Mencegah
kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi
polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
3.
Produksi
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan
masyarakat serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang
harus dipenuhi harus berdasarkan prioritas yang
ditetapkan agama yaitu terkait dengan kebutuhan
untuk tegaknya akidah/agama, terpeliharanya
nyawa, akal dan keturunan/kehormatan serta kemakmuran material.
4.
Produksi
dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
5.
Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual, mental dan fisik.
Ada berbagai pendapat tentang
penetapan upah, diantaranya :
a)
Upah ditetapkan berdasarkan tingkat kebutuhan hidup
b)
berdasarkan ketentuan produktivitas marginal
Upah Menurut Pandangan Islam
Islam
menganjurkan dalam perjanjian tentang upah
kedua pihak (pengusaha dan pekerja) harus
bersikap jujur dan adil, sehingga tidak
terjadi tindakan aniaya terhadap pekerja maupun
majikan. Aniaya terhadap pekerja berarti mereka
tidak dibayar secara adil, sedangkan aniaya
terhadap majikan yaitu mereka dipaksa oleh kekuatan
industri untuk membayar upah melebihi kemampuan mereka.
Tingkatan Upah
Upah
ditetapkan berdasarkan prinsip keadilan melalui proses negosiasi
antara pekerja, majikan dan negara. Peran
negara (pemerintah) adalah menetapkan tingkat
upah minimum dengan mempertimbangkan perubahan
kebutuhan dari pekerja golongan bawah.
Tingkat upah minimum sewaktu-waktu harus
ditinjau kembali untuk melakukan penyesuaian
berdasarkan perubahan tingkat harga dan biaya
hidup. Tingkat maksimumnya ditentukan berdasarkan sumbangan
tenaganya dan nilainya sangat bervariasi.
Teori produksi merupakan teori pemilihan atas berbagai alternatif,
terutama menyangkut keputusan yang diambil oleh seorang produsen dalam
menentukan pilihan atas alternatif-alternatif yang ada. Produsen berusaha dalam
memaksimalkan produksi yang dapat dicapainya dengan suatu kendala biaya
tertentu agar dapat dihasilkan keuntungan yang maksimal.
Faktor produksi
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan produk yang dihasilkan. Produk
sebagai output (keluaran) dari proses produksi sangat tergantung dari faktor
produksi sebagai input (masukan) dalam proses produksi tersebut.
Untuk memproduksi
suatu barang atau jasa, perusahaan memerlukan sumber atau faktor produksi. Hal
ini berarti nilai produk yang dihasilkan tersebut tergantung dari nilai faktor
produksi yang dikorbankan dalam proses produksinya. Keterkaitan antara nilai
produk (output) dengan nilai faktor produksi (input) dalam proses produksi itu
disebut fungsi produksi.
Secara metematik hubungan antara faktor produksi dan produk itu dapat
dituliskan sebagai berikut:
Q = f ( K, L, R, T )
Q = output
K = modal
L = tenaga kerja
R = kekayaan alam
T = Teknologi
Fungsi produksi yang disusun dalam persamaan matematik di atas
mengandung arti bahwa barang/jasa yang dihasilkan (Q) merupakan akibat dari
masukan (K, L , R , T) yang diproses.
Asumsi dasar untuk menjelaskan
fungsi produksi ini adalah berlakunya “The Law Diminishing Returns” yang
menyatakan bahwa Apabila suatu input ditambahkan dan input - input lain tetap,
maka tambahan output dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan
mula-mula menaik, tapi pada suatu tingkat tertentu akan menurun jika input
tersebut terus ditambahkan.
Ada 3
tingkat produksi:
Tahap I :
Produksi terus bertambah dengan cepat.
Tahap II :
Pertambahan produksi total semakin lama semakin kecil.
Tahap III :
Pertambahan produksi total semakin berkurang.
Beberapa
pengertian penting dalam Teori Produksi:
1.
Produk total (Total product) yaitu keseluruhan output yang dihasilkan dari
hasil penggunaan sejumlah faktor produksi tertentu.
2.
Produk rata-rata (Average product) yaitu produksi yang dihasilkan oleh satu
orang tenaga kerja /input variabel (AP = TP / L)
3.
Produk marjinal (marginal product) yaitu tambahan produk yang diakibatkan oleh
bertambahnya seorang tenaga kerja, dan sebaliknya (DTP / DL)
Biaya produksi adalah semua
pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor
produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang –
barang yang diproduksikan oleh perusahaan tersebut.
Biaya produksi
merupakan faktor utama dalam menentukan jumlah barang atau jasa yang akan
dijual di pasar. Untuk mengetahui penawaran dan jumlah barang yang ditawarkan
harus mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan, yang berasal dari prinsip
produksi.
Para ekonomi
mendefinisikan biaya produksi untuk suatu output tertentu sebagai nilai yang
harus dikorbankan dari alternatif produksi yang menggunakan input dimana input
tersebut digunakan untuk memproduksi output tertentu. Prinsip ini dikenal
dengan nama “opportunity cost principle”.
Jenis-Jenis Biaya
1. Berdasarkan fungsinya
a.
Biaya langsung yaitu biaya yang langsung masuk dalam proses produksi
suatu barang, bahan baku, tenaga kerja dll.
b.
Biaya tidak langsung Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mendukung proses
produksi misalnya biaya telepon, listrik, iklan dll.
2. Berdasarkan Sifatnya
a.
Biaya eksplisit yaitu biaya yang muncul/kelihatan dalam proses produksi.
b.
Biaya implisit yaitu biaya yang tidak kelihatan dalam proses produksi
namun sebenarnya ada dan dikeluarkan.
3. Berdasarkan kaitannya dengan jumlah produksi
a.
Biaya Tetap ( Fixed Cost = FC ) Yaitu biaya yang tidak bertambah seiring
dengan pertambahan produksi. Biasanya hanya muncul pada saat pertama akan
berproduksi, gedung, mesin berat, dll.
b. Biaya Variabel ( Variabel Cost = VC ) Yaitu biaya yang bertambah seiring
dengan bertambahnya unit barang yang diproduksi.
Beberapa pengertian biaya dalam jangka pendek:
1.
Biaya tetap total (total fixed cost)
2.
Biaya variabel total (total variable cost)
3.
Biaya marjinal (marginal cost)
4.
Biaya tetap rata-rata (per unit) atau average fixed cost
5.
Biaya variabel rata-rata (per unit) atau average variable cost
6.
Biaya total (total cost)
7.
Biaya rata-rata (average cost)
Biaya tetap total (Total fixed
cost/TFC)
Biaya tetap total yaitu keseluruhan
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor produksi yang
bersifat tetap. Contoh : pembelian mesin, bangunan dll
Biaya variabel total (total variable
cost/TVC)
Biaya variabel total yaitu
keseluruhan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh faktor produksi
yang bersifat variabel. Misalnya biaya tenaga kerja, pembelian bahan baku,
bahan penolong dll.
Biaya marjinal (marginal cost/MC)
Biaya marjinal yaitu kenaikan biaya
yang dikeluarkan perusahaan sebagai akibat kenaikan satu unit output.
MCn = TCn - TCn-1
Biaya tetap rata-rata (average fixed
cost/AFC)
Biaya tetap rata-rata yaitu biaya
tetap yang dibebankan kepada satu unit output. AFC = TFC / Q. Q = jumlah output
yang dihasilkan dari penggunaan sejumlah biaya tetap total tertentu.
Biaya variabel rata-rata (average
variable cost/AVR). Biaya variabel rata-rata yaitu biaya variabel yang
dibebankan kepada kepada setiap unit output.
AVR = TVC/Q
Biaya
total (total cost/TC)
Biaya total yaitu keseluruhan biaya
produksi yang digunakan untuk menghasilkan sejumlah output tertentu baik yang
bersifat tetap maupun variabel.
TC = TFC + TVC
Biaya
rata-rata (average cost/AR)
Biaya rata-rata Yaitu biaya
diproduksi yang diperhitungkan untuk setiap unit output. AR = TC/Q
Perbedaan Biaya dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Apabila masing–masing
keseimbangan dihubungkan akan terbentuk jalur perluasan produksi dalam jangka
panjang. Fungsi Produksi dibedakan menjadi :
Jangka Pendek : Jika terdapat fixed dan variable cost.
1. Dalam jangka pendek
berlaku hukum The Law of Deminishing Return (Hukum kenaikan yang semakin
menurun) yaitu Jika dalam proses produksi terdapat input tetap / Fixed Cost
(artinya produksi masih dalam jangka pendek) , Apabila semakin banyak input
variabel yang digunakan, maka output akan bertambah dengan pola pertambahan
yang menunjukkan: MP naik, maksimum lalu
turun sampai nol dan akhirnya negatif The law of Deminishing Marginal Return.
2. AP mula-mula naik, maksimum lalu turun
tapi tidak menjadi negatif disebut The Law of Deminishing Average Return
Jangka Panjang : Jika semua fixed cost sudah menjadi variable cost.
Dalam menganalisa
biaya umumnya tidak terlepas dari analisa penerimaan atau revenue atau total
revenue. Pengertian revenue atau penerimaan adalah seluruh pendapatan yang
diterima dari hasil penjualan barang pada tingkat harga tertentu. Secara
matematik total revenue dirumuskan sebagai berikut:
TR = PQ
AR = TR/Q
MR = ∆TR/∆Q atau turunan dari TR
∆TR = Tambahan penerimaan, ∆Q = Tambahan Produksi.
Berdasarkan konsep
penerimaan dan biaya (TR dan TC) dapat
diketahui beberapa kemungkinan diantaranya :
TR < TC = keadaan untung / laba
TR= TC
= keadaan Break Even Point
TR > TC = Keadaan rugi.
Sebuah pabrik Sandal
dengan Merk " Idaman" mempunyai biaya tetap (FC) = 1.000.000; biaya
untuk membuat sebuah sandal Rp 500; apabila sandal tersebut dijual dengan harga
Rp 1.000, maka:
Ditanya:
a.
Fungsi biaya total (C), fungsi penerimaan total ( TR) dan Variable Cost.
b.
Pada saat kapan pabrik sandal mencapai BEP.
c.
Untung atau rugikah apabila memproduksi 9.000 unit.
Jawab:
a.
FC = Rp 1.000.000
VC= Rp 500.
Fungsi biaya variabel
VC = 500
Fungsi biaya total C
= FC + VC -----> C = 1.000.000 +
500
Fungsi penerimaan
total TR = P.Q -----> TR = 1.000
b.
Break Even Point terjadi pada saat TR = TC
1.000 Q = Rp 1.000.000 + 500 Q
1.000 Q - 500 Q =
1.000.000
500 Q = 1.000.000
Q = 2.000 unit
Pabrik roti akan mengalami BEP pada saat Q = 2.000 unit
Pada biaya total C = 1.000.000 + 500 ( 2.000)
C = 2.000.000
c.
Pada saat memproduksi Q = 9000 unit
TR = P.Q
= 1.000 X
9.000
= 9.000.000
C = 1.000.000 + 500 (Q)
= 1.000.000 + 500 (
9.000)
= 1.000.000 +
4500.000
= 5.500.000
Bila
TR > TC, maka keadaan laba / untung.
Laba = TR – TC
= 9.000.00 - 5.500.000
= 3.500.000
Bila hanya memproduksi 1.500 unit maka
akan mengalami kerugian sebesar :
Rugi = TR – TC
= 1.000 (1.500) - 1.000.000 + 500 ( 1.500)
= 1.500.000 - 1.750.000
= 250.000
Secara esoteris “produksi” dalam bahasa Arab disebut:
“al-intaj” yang memiliki makna ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan
produk) atau “khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdamin muzayyajin min anashiril
intaji dhamina itharu zamanin muhaddadin” (pelayanan jasa yang jelas dengan
menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam
waktu yang terbatas). Aktifitas produksi harus balance dengan kegiatan
konsumsi. Apabila keduanya tidak balance maka akan terjadi ketimpangan dalam
kegiatan berekonomi. Hal ini dapat dideskripsikan, apabila barang/jasa yang
diproduksi itu lebih banyak dari permintaan konsumsi maka akan terjadi
ketimpangan ekonomi yaitu berupa penumpukan output produksi sehingga terjadi
kemubadziran hasil prooduksi. Inilah yang disebut israf (produksi yang
berlebihan) yang dalam ekonomi Islam dianggap sebagai bentuk dosa yang
menjadikan output produksi itu tidak ada nilai maslahah sehingga tidak berkah
yang menjadikannya menjadi output produksi yang tidak produktif. Sebaliknya
jika aktifitas konsumsi lebih banyak permintaannya dari aktifitas produksi maka
akan menimbulkan problematika ekonomi yaitu berupa tidak terpenuhinya kebutuhan
ekonomi yang berdampak pada kemiskinan dan malapetaka sosial dan ekonomi
Afzalurrahman, 1995 Doktrin Ekonomi Islam Jilid I,.
Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Wakaf.
Eko Suprayitno, 2008, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Malang,
, UIN-Malang Press Cet.
Karim, Adiwarman Azwar, 2006, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
Jakarta, , Raja Grafindo Persada
Manan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam,
Yogyakarta, PT. Dhana Bhakti Wakaf
Misanan, Munrokhim, dkk. 2013 Ekonomi Islam, Jakarta, Raja Grafindo.
0 komentar:
Posting Komentar